PANTAI Nisero merupakan salah satu pantai yang berada di Kecamatan Panga, Kabupaten Aceh Jaya, tepatnya di Desa Kuta Tuha. Pantai ini dikenal sebagai sebuah pantai yang memiliki ombak besar, pasir putih yang lembut, dan pohon cemara berjejer rimbun sehingga menjadikan pantai ini sebagai salah satu destinasi wisata yang populer di Aceh Jaya.
Di balik keindahan pantai Nisero tersimpan sebuah cerita asal mula penamaan pantai ini. Sejarahnya panjang. Penamaan pantai Nisero ini diambil dari sebuah peristiwa sejarah pada tanggal 8 November 1883 saat kapal uap Inggris bernama Nisero kandas di pantai kerajaan kecil Teunom. Kapal itu berukuran 1.800 ton dan membawa muatan gula dari Surabaya menuju Marseille. Awak kapalnya terdiri atas berbagai bangsa: 19 orang Inggris, dua Belanda, dua Jerman, dua Norwegia, dua Italia, dan satu warga Amerika.
Uleebalang Wilayah Teunom menyita seluruh isi kapal dan menawan awaknya. Awak kapal yang ditangkap dibawa ke Panga, seminggu kemudian ke Teunom, kemudian ke suatu tempat nun jauh di pedalaman. Raja Teunom, penasihat, dan mangkubuminya yang cerdik, Teuku Jit (seorang sayid Arab) mengerti bahwa dengan awak kapal Inggris dan berbagai bangsa demikian, mereka dapat melakukan tekanan berat kepada Belanda. Mereka menuntut uang tebusan 25.000 ringgit Spanyol dan jaminan bahwa blokade pantai kapal-kapal perang Belanda dihapuskan
Langkahnya yang paling cerdik adalah mengirim tuntutan-tuntutan itu pada waktu yang bersamaan ke Kutaraja dan Singapura, sehingga Gubernur Laging Tobias dan Gubernur Jenderal 's Jacob pun segera menghadapi kesulitan diplomatik. Suasana anti-Belanda di Singapura dan Pinang sudah siap dan segera menyambar Inggris. Sepuluh tahun sesudah perang mulai, Belanda masih saja tak dapat menjamin keamanan para kawula Inggris di sebuah "negara pantai kecil” yang berpenduduk 5.000 jiwa, jauh dari kawasan perang yang sebenarnya. Padahal, pada mulanya selalu demi "mengendalikan perompakanlah" yang dijadikan Belanda sebagai salah satu alasan untuk membenarkan tindakannya melakukan peperangan!
Laging Tobias berpendapat bahwa suatu aksi militer terhadap Teunom akan memerlukan ekspedisi yang terdiri atas beberapa batalion, sedangkan ada kemungkinan para sandera sementara itu sudah terbunuh. Perkara yang menyakitkan hati ini harus segera diselesaikan. Uang tebusannya memang tinggi, tetapi dapat diperhitungkan dengan cukai masuk dan keluar Teunom sendiri. Dikirimnya Residen Van Langen dengan 25.000 ringgit Spanyol tunai kepada raja. Tetapi sang raja menolak bicara dengan dia dan hanya mau berurusan dengan perunding-perunding Inggris.
Merasa sia-sia, Van Langen kembali ke Kutaraja. Karena terpaksa, gubernur menyetujui usul Inggris dari Singapura. Sebuah kapal perang Inggris kecil, disertai oleh dua kapal perang Belanda dikirim ke Teunom untuk mengadakan kontak bersama. Keputusan yang didukung oleh Jacob, tetapi tidak disetujui oleh Den Haag ini mempunyai akibat-akibat diplomatik.
Sekarang, Laging Tobias sendiri turut serta. Sesampainya di Teunom, Tobias sangat geram dikarenakan sang raja hanya mau bicara dengan orang-orang Inggris, tidak dengan orang Belanda. Ia menaikkan harga tuntutannya menjadi 300.000 ringgit dan harus ada jaminan Inggris tentang berlakunya pelayaran bebas di pantainya yang ditandatangani sendiri oleh Ratu Victoria.
Pada tanggal 7 Januari 1884 Belanda memutuskan untuk bertindak keras. Sebuah detasemen militer Belanda dari Kutaraja mendarat dekat Teunom. Mereka menembaki Kerajaan Teunom dari laut. Namun, mereka tidak mendapatkan hasil bahkan para sandera diseret lebih jauh ke pedalaman, dan raja menaikkan uang tebusannya menjadi 400.000 ringgit. Sesudah kegagalan ini, dengan tekanan Inggris yang berat, Belanda menyetujui agar seorang dewan pemerintah Singapura, Sir William Maxwell, menjadi perunding dan perantara untuk berbicara dengan raja. Hampir sebulan lamanya dia terus berbicara dengan raja dan tidak saja mengenai para tawanan Nisero hanya dapat diselesaikan sebagai pengaturan perdamaian dengan Aceh yang umum dengan jaminan-jaminan Inggris. Dan apa yang telah ditakutkan Den Haag sejak saat Jacob begitu ceroboh mengajak serta Inggris, terjadi. Pada tanggal 29 April datang sebuah nota dari Menteri Luar Negeri Inggris, Lord Granville yang menyatakan Inggris dengan resmi menawarkan perantaraannya di Aceh untuk memulihkan perdamaian dan membuka kembali perdagangan. Demi perdamaian, Kabinet Heemskerk ingin melakukan sesuatu yang indah, tetapi menerima perantaraan Inggris akan menghasilkan suatu perdamaian yang mirip dengan suatu kekalahan. Tetapi tidak mungkin menolak bulat-bulat tawaran itu. Untuk itu keadaannya terlalu pelik.
Peristiwa ini menyebabkan hubungan antara Belanda dan Inggris menjadi tegang. Inggris menganggap Aceh termasuk daerah Hindia Belanda. Oleh karena itu, Belanda harus menjaga keamanan di daerah tersebut. Usaha Belanda dan Inggris mengirim kapal perang ke Aceh itu tidak membawa hasil apa-apa. Para tawanan tidak berhasil dibebaskan.
Singkat cerita, Gubernur Aceh, Laging Tobias meminta bantuan Teuku Umar. Pada bulan Juli 1884, Teuku Umar mendarat di Meulaboh. Bersama dengan uleebalang di daerah itu ia menuju Teunom. Rombongan Teuku Umar berangkat dengan kapal perang Belanda. Teuku Umar mengatur siasat dengan uleebalang bagaimana caranya membebaskan orang-orang Inggris itu. Setelah kembali ke kapal, Umar dengan anak buahnya diperiksa komandan kapal apakah mereka membawa rencong.
Umar memberi tahu bahwa seluruh anak buahnya memakai rencong berdasarkan persetujuan yang telah dicapai terlebih dahulu. Komandan kapal tidak memercayai keterangan Umar. Semua senjata anak buah Umar diambil demi menjaga keamanan. Timbullah perselisihan antara Umar dan komandan di atas kapal. Kemudian dicapai kata sepakat bahwa rencong akan dikembalikan setelah kapal mendarat di Lambesi.
Sesampai di Lambesi Teuku Umar dan Pang Laot menemui Keuchik Lambesi. Anak buahnya yang berjumlah 32 orang kemudian terpisah dari Umar. Ketika laskar yang penghabisan mendarat, seluruh anak buah Umar segera bertindak membalas penghinaan komandan kapal Belanda tersebut. Kapal Belanda yang bersenjata diserang, seluruh anak buahnya dibinasakan oleh tentara Teuku Umar.
Di satu sisi, Teuku Umar menyesalkan tindakan anak buahnya karena belum masanya bertindak. Namun, Teuku Umar tidak menghukum anak buahnya. Tindakan anak buahnya sesuai dengan cita-cita yang terkandung di dalam dada Umar. Nah, berdasarkan peristiwa tersebutlah pantai ini diberi nama pantai Nisero. (Paul Van’T Veer, Perang Aceh, Kisah Kegagalan Snouck Hurgronje:1985).
Bagi yang berminat untuk melihat langsung pantai indah dan sarat sejarah ini, silakan datang. Nikmati keindahannya.